” Cinta butuh konsekuensi, dan konsekuensinya adalah keselamatan hatimu. Keselamatan dirimu sendiri ” -Alvi syahrin
Setelah membaca bagian “Ketika usiamu delapan belas tahun” Dalam buku karya Alvi Syahrin dengan judul buku “Jika kita tak pernah jatuh cinta” Saya tidak bisa berkomentar, saya ingin menulis namun saya tidak tahu apa yang harus saya tulis. Bagian awal dari buku ini cukup membingungkan untuk saya, (FYI saya sedang berusaha belajar menyukai “membaca” jadi untuk mengambil makna dari sebuah tulisan, untuk pemula yang sedang belajar menyukai membaca, saya rasa cukup sulit. Semoga kedepannya dimudahkan, dan tentunya membaca menjadi kebiasaan yang disenangi.) Aammin
Di umur empat belas tahun cinta menjadi dunia sendiri bagi sebagian orang, termasuk saya. Di usia empat belas tahun saya menemukan arti dicintai, ( dalam pandangan anak usia empat belas tahun ) meskipun saya tahu ini adalah kisah anak kecil yang mungkin menjadi bahan tertawaan oleh orang dewasa. Dan menjadi kisah dengan akhir yang menyedihkan.
Dibuku karya Alvi syahrin ini diceritakan bahwa di usia empat belas tahun, cinta menjadi dunia sendiri bagi orang lain. Di usia empat belas tahun, ada manusia yang tersenyum untuk beberapa detik, dan murung di detik selanjutnya. Di usia empat belas tahun, cinta terlihat seperti hal yang mampu menghancurkan.
Setelah melewati kisah dengan akhir yang menyedihkan di usia empat belas tahun, kembali, saya merasakan kisah yang menyedihkan di usia enam belas tahun. Sungguh, kisah cinta anak remaja yang bisa dijadikan bahan stand up comedy. Lucu, dan sedikit menyedihkan. Tidak sedikit, banyak.
Di usia enam belas tahun, karena alasan cinta pertemuan dengan sahabat mulai jarang terjadi, obrolan sampai larut malam tak lagi dilakukan. Lambat laun, cinta membuat jarak antara seorang sahabat dengan sahabat baiknya. Di usia enam belas tahun, cinta menjadi hal yang menyenangkan (sepertinya) bagi orang-orang yang beruntung menemukan seseorang yang mampu mencintai dan dicintai.
Menginjak usia delapan belas tahun, akhirnya saya menyerah pada cinta. Lebih tepatnya pada usia enam belas. Tak lagi saya mencari atau menerima seseorang untuk membuat kisah bersama. Cukup, saya katakan pada diri saya, kisah sebelumnya memberikan banyak pelajaran. Dan akhirnya saya membuat prinsip ” Tak ada lagi kisah sebelum ada kata sah, demi cinta yang berkelas, tanpa meninggalkan luka yang membekas. ” (Quote by purbasari haha)
Lanjut, dibuku ini dipaparkan bahwa diusia delapan belas tahun cinta menjadi hal yang tidak datar. Cinta menjadi alasan bahagia, dan cinta pula menjadi alasan adanya luka.
Kemudian pada usia dua puluh tahun, bertemu orang baru dan memulai kisah yang baru, dan berakhir pada patah hati yang sama dengan batin yang berteriak ” Sudah, cukup “. Akhirnya pada usia dua puluh tahun, menyerah dalam diam adalah jalan yang dipilih.
Dibuku ini juga dituliskan, mengenai kamu yang ditinggalkan menikah lebih dulu oleh teman-temanmu, teman-temanmu sudah berfoto ria dengan suaminya, teman-temanmu yang sudah bermain dengan anaknya. Dan kamu? Masih saja sendiri.
Tetapi dibuku ini juga kamu diberikan jawaban atas pertanyaan, kapan waktuku merasakan apa yang teman-temanku rasakan?
Yang saya pahami setelah membaca buku ini, Ternyata, cinta menjadi hal yang tak perlu dikhawatirkan. Mengapa demikian?
Karena ternyata ada hal yang lebih penting daripada cinta dalam hidup ini.
Jika kalian bertanya, apa yang lebih penting daripada cinta?
” Maka, tetaplah menggenggam buku ini. Ia akan menarikmu ke dalam berbagai realitas cinta yang, Mudah-mudahan membuatmu ketika jatuh cinta nanti, tak lagi patah sehancur itu “
Itulah jawaban dari penulis buku, wah bagaimana? Membingungkan ya?Masih banyak bagian yang harus dibaca, untuk menemukan jawaban dari pertanyaan apa yang lebih penting daripada cinta?
————————–
Hai, terimakasih banyak sudah membaca tulisanku dari awal hingga akhir. Aku tunggu ya kritik dan sarannya. 🙂
Tulisan di atas, lahir dari hasil bacaan yang telah saya baca. Karya dari Alvi syahrin dengan judul buku ” Jika kita tak pernah jatuh cinta ” Mohon maaf apabila ada kata-kata yang menyinggung, atau bahkan menyakiti.
Salam manis✍
Purbasari
Mahasiswa Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Institut Ummul Quro Al Islami Bogor.